Sya’ban adalah nama bulan dari dua belas bulan yang ada dalam kalender Islam. Dinamakan Sya’ban, karena orang-orang Arab pada bulan-bulan tersebut yatasya’abun/berpencar untuk mencari sumber mata air. Dikatakan juga karena mereka tasya’ub/berpisah-pisah di gua-gua. Dan dikatakan juga sebagai bulan Sya’ban karena bulan ini muncul/sya’aba di antara dua bulan Rajab dan Ramadhan.
Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Bukhori dari ‘Aisyah ra, bahwa Rasulullah Muhammad SAW berpuasa lebih banyak pada bulan ini. Sebagian ulama, di antaranya Ibnu Mubarak telah merajihkan bahwa Nabi SAW tidak pernah puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadahan, namun banyak melakukan puasa pada bulan Sya’ban.
Berkata Ibnu Hajar, puasa Nabi SAW pada bulan Sya’ban sebagai puasa sunat lebih banyak dari pada puasanya di selain bulan Sya’ban. Dan beliau puasa untuk mengagungkan bulan Sya’ban.
Dari Usamah bin Zaid ra, dia berkata , ‘ Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban’.
Nabi SAW bersabda, “ dzaka syahrun yagfulu al nasu ‘anhu baina Rajabi wa Ramadhana, wa hua syahrun tarfa’u fihi al a’malu ila rabbil ‘alamin wa ahabbu an yurfa’a ‘amali wa ana shoim “/Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan, dan bulan yang didalamnya diangkat amalan-amalan
kepada Allah, dan aku suka amalanku diangkat sedang aku dalam keadaan berpuasa.
H.R. Nasa-i dalam kitab al Targhib wa al Tarhib, al Mundziri Juz 2, hal. 33. Dalam sunan Abu Daud dinyatakan juga bahwa Rasulullah SAW sangat mencintai bulan Sya’ban, karenanya beliau berpuasa di dalamnya kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu salamah, katanya, ‘ Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah ra tentang puasa Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, ‘ Rasulullah SAW pernah berpuasa (sunat) sehingga kami mengatakan bahwa beliau berpuasa, dan beliau pernah tidak berpuasa sehingga kami katakan beliau tidak berpuasa, dan aku tidak mengetahui beliau puasa sunat di bulan-bulan lain yang lebih banyak di bulan Sya’ban. Beliau pernah puasa penuh di bulan Sya’ban, juga pernah tidak penuh berpuasa di bulan Sya’ban’. Hadis ini juga dikeluarkan oleh imam Bukhari.
Dari keterangan hadis di atas menunjukkan bahwa ketika bulan ini diapit oleh dua bulan Rajab dan Ramadhan, manusia sibuk dengan kedua bulan tersebut sehingga lupa dengan bulan Sya’ban, dan banyak kaum muslimin menganggap puasa pada bulan Rajab lebih utama dari bulan Sya’ban, karena Rajab termasuk bulan haram.
Padahal tidak demikian, khusunya lagi pada separuh bulan dari Sya’ban/nisfu Sya’ban, terdapat keistimewaan yang banyak. Sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Apabila datang malam Nisfu Sya’ban, maka tegakkanlah malam nya (dengan sholat, dzikir), dan puasalah pada siangnya, sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala turun dengan berfirman, ‘ barangsiapa hambaku datang memohon ampun, maka Aku ampuni dosanya, barang siapa datang meminta rezeki, maka Aku berikan .
(kitab Tarhib wa al Targhib juz 2). Hadis senada juga dikeluarkan oleh imam Muslim dalam shahihnya dari Imran bin Hushain ra, bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepadanya atau kepada orang lain, “ Apakah kamu berpuasa pada pertengahan Sya’ban?”. Ia menjawab, ‘ Tidak’. Beliau bersabda, “ Apabila kamu terlanjur tidak berpuasa, maka berpuasalah selama dua hari”.
Ibnu Rajab berkata, bahwa bulan Sya’ban lebih utama dari puasa bulan haram. Dan amalan sunat yang paling utama adalah yang dekat dengan Ramadhan sebelum dan sesudahnya. Kedudukan puasa Sya’ban diantara puasa yang lain sama dengan kedudukan shalat sunat rawatib terhadap shalat fardhu sebelum dan sesudahnya, yakni sebagai penyempurna kekurangan pada yang wajib.
Maka oleh karena sunat-sunat rawatib lebih utama dari sunah muthlaq dalam shalat, demikian pula puasa sebelum dan sesudah Ramadhan lebih utama dari puasa yang jauh darinya. Berkata Ibnu hajar, puasa Rasulullah SAW pada bulan Sya’ban lebih banyak dari bulan selainnya, dan puasa itu untuk mengagungkan bulan Sya’ban.
Dalam hadis lain, terdapat dalil disunatkannya menghidupkan waktu-waktu manusia lalai darinya, yaitu waktu Asar dan antara Magrib dan ‘Isya. Pada waktu-waktu ini disunatkan memperbanyak shalat, dzikir dan membaca al Qur’an. Waktu Asar adalah waktu dimana manusia lalai darinya, disebabkan kesibukan-kesibukan dalam berdagang/ bisnis dan pekerjaan-pekerjaan lain.
Dan menghidupkan waktuwaktu yang kebanyakan manusia lalai darinya dengan ketaatan memiliki beberapa faedah diantaranya : 1. Menjadikan amalan yang dilakukan secara sembunyi. Dan menyembunyikan serta merahasiakan amalan sunat adalah lebih utama, terlebih-lebigh puasa, karena merupakan rahasia antara hamba denga rabnya.
Oleh karena itu dikatakan bahwa padanya tidak ada riya. Sebagaian ulama salaf berpuasa bertahun-tahun, tetapi tidak ada yang mengetahuinya. Mereka keluar dari rumahnya menuju pasar dengan membekali dua potong roti, kemudian kedua potong roti itu disedekahkan dan ia sendiri berpuasa. Maka keluarganya mengira bahwa ia telah memakannya dan orang-orang di pasar menyangka bahwa ia telah memakannya dirumahnya. 2. Amalan shalih pada waktu orang anyak lalai, lebih berat bagi jiwa.
Dan diantara sebab keutamaan suatu amalan adalah kesulitannya atau beratnya amalan itu. Karena apabila suatu amalan banyak dikerjakan orang, maka akan menjadi mudah. Tetapi apabila sedikit orang yang melakukannya, maka akan menjadi berat. Sebagai contoh, ketika semua orang melaksanakan puasa Ramadhan, maka kita tidak begitu berat melakukannya, sebab semua orang juga tidak makan dan minum.
Akan tetapi manakala semua orang dalam satu hari melakukan kegiatan makan dan minum, sedang kita dalam keadaan berpuasa, akan terasa sangat berat dan menekan. 3. Faedah lain berpuasa di bulan Sya’ban sebagai awal atau pembuka latihan untuk bulan Ramadhan agar tidak mengalami kesulitan dan berat ketika memasuki Ramadhan, bahkan akan semakin bersemangat.
Sebagian ulama, diantaranya Ibnul Mubarak telah merajihkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyempurnakan puasa bulan Sya’ban akan tetapi beliau banyak berpuasa di dalamnya. Pendapat ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan imam Muslim dari ‘Aisyah ra, katanya, ‘ Saya tidak mengetahui beliau SAW puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan’.
Dan dalam Shahihain dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ‘ Tidaklah Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan’. Dari keterangan kedua hadis ini, maka para ulama sepakat bahwa puasa Sya’ban tidak boleh dilakukan selama sebulan penuh. Hal ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW sabdanya, “ Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa, maka puasalah”.
Berkaitan dengan puasa diakhir bulan Sya’ban dapat dilakukan karena :
1. Berpuasa dengan niat puasa Ramadhan sebagai bentuk kehati-hatian, barangkali sudah masuk bulan Ramadhan adalah haram hukumnya.
2. Berpuasa dengan niat nadzar atau mengqadha Ramadhan yang lalu atau membayar kafarah, jumhur ulama membolehkannya.
3. Berpuasa dengan niat puasa sunat sebagai pemisah antara Sya’ban dan Ramadhan, bagi yang tidak terbiasa melakukannya makruh hukumnya.
Hal ini untuk menjaga agar tidak ada penambahan pada waktu yang bukan termasuk Ramadhan, sebagaimana dilarangnya puasa pada satu hari raya. Peringatan serupa pernah terjadi kepada ahli kitab yang menambah puasa mereka berdasarkan pendapat dan hawa nafsu. Selain itu, membedakan antara yang wajib dan yang sunat adalah disyari’atkan. Oleh karenanya diharamkan berpuasa pada satu Syawal. Dan sebagaimana Rasulullah SAW melarang untuk menyambung shalat wajib dengan shalat sunat sampai dipisahkan oleh salam atau pembicaraan. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar